Senin, 27 Oktober 2025 WIB

Wanita Visioner, Mira Murati Berani Tolak Uang 1 Miliar US$ Dari Mark Zukerberg

admin - Minggu, 10 Agustus 2025 22:11 WIB
Wanita Visioner, Mira Murati Berani Tolak Uang 1 Miliar US$ Dari Mark Zukerberg
Mira Murati wanita berdarah Albania - Amerika yang menolak uang 1miliar US$ dari Mark Zukerberg

Kepri - Mira Murati, sosok visioner teknologi berdarah Albania-Amerika di balik sejumlah terobosan besar dalam bidang kecerdasan buatan (AI), kembali menjadi sorotan publik.

Kali ini, bukan karena produk AI barunya, melainkan karena keberaniannya menolak tawaran fantastis senilai US$1 miliar (sekitar Rp16 triliun) dari CEO Meta, Mark Zuckerberg.

Sebagai mantan Chief Technology Officer (CTO) OpenAI dan kini pendiri startup Thinking Machines Lab, Murati telah menjelma menjadi salah satu figur paling berpengaruh dalam perlombaan AI global.

Thinking Machines Lab, sebuah perusahaan rintisan (startup) di bidang kecerdasan buatan (AI) yang didirikan oleh para mantan peneliti utama OpenAI, resmi keluar dari status "stealth mode" dengan pengumuman pendanaan awal senilai US$2 miliar atau sekitar Rp32 triliun.

Mira Murati, CEO Thinking Machines Lab, adalah mantan Chief Technology Officer (CTO) OpenAI yang mengundurkan diri pada September tahun lalu. Ia lantas menggandeng sejumlah nama besar lain dari OpenAI sebagai co-founders yakni:

John Schulman, ilmuwan komputer di balik pengembangan ChatGPT;

Barrett Zoph, mantan VP riset OpenAI;

Lilian Weng, pakar AI safety dan robotika;

Andrew Tulloch, spesialis pretraining dan reasoning;

Luke Metz, ahli post-training model AI.

Keputusan timnya yang kompak menolak tawaran menggiurkan dari Meta menunjukkan keyakinan besar terhadap kepemimpinan Murati dan visi jangka panjang perusahaan rintisannya.

Seperti dikutip timesofindia.indiatimes.com, Rabu (30/7), sebelum mendirikan Thinking Machines Lab pada awal 2025, Murati menjabat sebagai CTO di OpenAI, lembaga riset yang melahirkan teknologi revolusioner seperti ChatGPT, DALL·E, dan Codex.

Kepemimpinannya berperan penting dalam mendorong perkembangan AI generatif hingga menjadi bagian utama dalam berbagai industri, mulai dari pendidikan, kesehatan, hingga desain dan pemrograman.

Namun Murati bukan sekadar teknolog andal, dia juga seorang pemikir strategis yang mendorong prinsip keselamatan, keterpaduan, dan tanggung jawab dalam pengembangan AI.

Di internal OpenAI, ia dijuluki "otak AI" yang mampu memimpin tim multidisipliner melalui masa-masa inovasi yang intens dengan ketenangan dan fokus tinggi.

Visi Murati yang memadukan presisi teknis dan pendekatan berpusat pada manusia menjadi fondasi pendirian Thinking Machines Lab—startup AI yang kini tengah naik daun.

Meski belum merilis produk komersial apa pun, Thinking Machines Lab telah berhasil menggalang pendanaan awal (seed funding) sebesar US$2 miliar dengan valuasi mendekati US$12 miliar.

Putaran pendanaan ini dipimpin oleh firma modal ventura ternama Andreessen Horowitz.

Startup ini bertujuan untuk menciptakan sistem AI yang dapat disesuaikan, mudah dipahami, dan dapat diakses secara luas, ambisi besar yang diyakini dapat mengubah peta persaingan teknologi AI global. Dengan operasional yang masih berada dalam mode tertutup (stealth mode), rasa penasaran publik pun semakin tinggi.

Menurut laporan Wired, Meta melalui lab barunya yang bernama Superintelligence Lab telah menawarkan paket kompensasi fantastis kepada sejumlah anggota tim Murati—mulai dari US$200 juta hingga US$1 miliar per orang. Namun, semua tawaran itu ditolak mentah-mentah.

Sumber menyebutkan bahwa tim Thinking Machines Lab percaya bahwa nilai kepemilikan saham (equity) mereka di startup berpotensi jauh lebih tinggi di masa depan.

Lebih dari itu, mereka menjunjung tinggi independensi dan visi Murati, dibanding menerima gaji besar dari perusahaan teknologi raksasa.

Dalam industri teknologi yang kerap diwarnai keputusan berdasarkan iming-iming gaji besar, kesetiaan yang ditunjukkan oleh tim Murati sangat mencolok. (**)

Editor
: admin
SHARE:
 
Tags
 
Komentar
 
Berita Terbaru