Cerita Pilu WN Mesir,Terdakwa Kasus Pencemaran Lingkungan 11 Bulan Jalani Proses Hukum, di Intimidasi Penyidik Hingga Tak Bisa Hadiri Pemakaman Adik Perempuannya

Batam – Intonasi Suara Mahmoud Mohamed Abdelaziz Mohamed Hatiba,terdakwa pencemaran lingkungan yang juga kapten MT 114 tampak bergetar kala dirinya mendapatkan kesempatan untuk melakukan pembelaan diri atas tuntutan jaksa terhadapnya saat di Pengadilan Negeri (PN) Batam Kamis 6 Juni 2024.

Hampir satu tahun perkara ini bergulir , pria berkewarganegaraan Mesir ini akhirnya berkesempatan menyampaikan apa yang ada didalam hatinya.

Sebagai warga negara asing yang tidak memahami hukum yang berlaku di Indonesia dia sempat kebingungan kemana harus mengadu dan apa yang harus diperbuatnya.

Dengan suara tertatih , ia menyampaikan apa yang dialaminya saat menjalani pemeriksaan oleh penyidik Direktorat Penegakan Hukum Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

” Para penyidik KLHK menolak untuk menyediakan terjemahan hasil penyelidikan kedalam bahasa Inggris atau bahasa Arab. Akibatnya,saya terpaksa menandatangani dokumen dalam bahasa Indonesia,meskipun saya kurang memahami bahasa.Kendala bahasa ini sangat merugikan saya dalam proses hukum ini ” ujar Mahmoud didampingi penterjemah.

Ia menjelaskan, selama bulan September,kedutaan besar (Kedubes) Mesir mencoba menghubungi dirinya untuk memverifikasi keakuratan data dirinya dengan penyidik KLHK.

Penyidik KLHK dengan sengaja menghapus surat permintaan informasi pribadi tentang dirinya kepada Kedubes Mesir yang merupakan bagian dari berkas perkara ini.Penghapusan yang disengaja ini menurut Mahmoud telah merusak integritas dan keadilan perkara secara signifikan.

” Para penyidik KLHK dengan sengaja menolak permintaan Kedubes Mesir, mereka dengan sengaja tidak memasukan keterangan tentang jati diri saya yang sebenarnya ,kedalam berkas dan ini sangat merugikan saya ujar Mahmoud.

Intimidasi juga dialami, pada Oktober 2003, dirinya meminta izin kepada pihak KLHK melalui agen kapal untuk sementara meninggalkan kapal karena mendapat ancaman dari orang yang mengaku pemilik kapal.
Sayangnya, permintaan ini ditolak tanpa alasan yang jelas dan diancam oleh penyidik KLHK bahwa jika terus meminta izin meninggalkan kapal ia akan dijebloskan ke penjara.

“Intimidasi dan pengancaman terjadi pada diri saya Yang Mulia Hakim, hal itu bermula dari sikap KLHK yang memberikan kemudahan kepada pengacara yang mengaku perwakilan pemilik kapal” terangnya.

Ia menjelaskan , pada sidang sebelumnya , Jaksa telah diminta secara resmi untuk segera memeriksa Perekam Data Perjalanan (VDR) kapal sebab dari sana akan diketahui dengan jelas apa yang sebenarnya terjadi pada saat kapal diamankan hingga dibawa ke Batam.

Namun , permintaan ini diabaikan ,Menurutnya VDR ini sangat penting karena berisi rekaman audio dan video dari kokpit kapal. Jika data dari perangkat ini diekstraksi ,dapat membantu untuk membuktikan apa yang terjadi di kapal.

” Para Hakim Yang Mulia , saya memohon untuk mempertimbangkan situasi saya dengan penuh belas kasihan ,sepanjang hidup saya , saya tidak pernah berbuat kriminal apapun.
Kenangan akan adik perempuan saya, yang meninggal dunia beberapa bulan lalu sebelum saya sempat mengucapkan selamat tinggal padanya, semakin menambah besarnya kesedihan ini. Dengan kerendahan hati , saya memohon kepada Majelis Hakim untuk membebaskan saya dari segala tuduhun , dan membantu saya kumpul kembali dengan keluarga saya ” tutup Mahmoud dengan wajah sedih.

Majelis Hakim yang diketuai Sapri Tarigan , didampingi anggota Dauglas dan Setyaningsih saat mendengarkan pembelaan ini tampak tertegun dengan pembelaan terdakwa.

“Sidang kita lanjutkan Kamis depan ”
Ujar Ketua Majelis Hakim menutup sidang.(TGF/Lintong)