Tanjungpinang – Kepulauan Riau kembali diguncang kenyataan pahit: wilayah perbatasan ini bukan hanya menjadi jalur lintas barang, tapi juga lintas tubuh manusia yang diperdagangkan. Dari Batam, Tanjungpinang, hingga Karimun—praktik keji perdagangan orang menyelinap lewat celah kelemahan pengawasan.
Wakapolda Kepri, Brigjen Pol Dr. Anom Wibowo, datang dengan sikap tegas. Dalam audiensi bersama jajaran Pemerintah Provinsi Kepri di Kantor Gubernur, Dompak, Rabu (9/7/2025), ia tidak berbicara dengan nada normatif. Ia bicara fakta dan peringatan keras.
“Kepri menjadi wilayah transit utama perdagangan orang. Batam, Tanjungpinang, dan Karimun adalah pintu-pintu yang harus kita perkuat. Tidak bisa lagi ada toleransi,” tegas Anom dengan suara berat yang memotong keheningan ruang rapat.
Pertemuan ini membahas pembentukan Gugus Tugas Daerah Pencegahan dan Penanganan TPPO. Sebuah upaya terintegrasi untuk menyatukan kekuatan menghadapi kejahatan kemanusiaan yang terus berkembang. Turut hadir Asisten I Pemprov Kepri Arif Fadillah, Karoops Polda Kepri Kombes Pol Taswin, Kapolresta Tanjungpinang Kombes Hamam Wahyudi, Kepala Badan Kesbangpol Muhammad Iksan, dan perwakilan OPD Provinsi Kepri.
Data Polda Kepri mencatat, dari Januari hingga Mei 2025 terdapat 26 kasus TPPO, dengan 35 tersangka yang berhasil diamankan. Namun, hanya dua kasus yang rampung. Sisanya masih menggantung di tengah jebakan birokrasi dan kesulitan pembuktian. Sementara itu, modus pelaku semakin canggih—mulai dari janji kerja ke luar negeri hingga eksploitasi seksual terselubung.
“Mereka menjebak korban lewat mimpi, lalu menjualnya dalam kenyataan yang kelam,” ujar Anom lirih namun menggedor kesadaran.
Asisten I Gubernur, Arif Fadillah, tak menampik ancaman itu. “Kami mendukung penuh pembentukan Gugus Tugas ini. Ini bentuk nyata sinergi untuk melindungi masyarakat, khususnya perempuan dan anak-anak yang paling rentan jadi korban,” ujarnya.
Namun Anom kembali menggarisbawahi, bahwa sinergi tanpa keberanian tidak akan menghasilkan apa pun. “Perdagangan orang adalah kejahatan terhadap kemanusiaan. Gugus Tugas ini bukan sekadar simbol. Ia harus menjadi benteng terakhir. Jangan tunggu korban berikutnya jatuh. Kami di Polda Kepri akan berdiri di garis depan,” pungkasnya.
Hari itu, di Dompak, bukan sekadar rencana yang lahir, tapi komitmen. Komitmen untuk tidak lagi membiarkan Kepri menjadi tanah bagi perburuan manusia. Karena negara ini bukan milik sindikat. Negara ini milik mereka yang berhak hidup bebas dari jerat eksploitasi.(Wan)